Senin, 06 Juni 2011

Blue Tongue (Kadal Panana)

















KLASIFIKASI

Hierarki klasifikasi spesies tersebut bisa dilihat di bawah ini:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Reptilia
Order : Squamata
Suborder : Lacertilia
Family : Scincidae
Genus : Tiliqua
Species : Tiliqua gigas


MORFOLOGI, CIRI-CIRI DAN ANATOMI
Spesies ini sering dikenal dengan nama kadal blutong (blue tongue, karena memiliki lidah berwarna biru), kadal panama/panana. Spesies ini merupakan anggota familia Scincidae (skink lizard) dengan genus yang mempunyai anggota beberapa spesies diantaranya T. gigas sendiri, T. scincoides, T. rugosa, T. occipitalis, dll. Dilihat dari familianya, hewan ini mempunyai familia dengan karakter pada umumnya memiliki ciri morfologi sisik sikloid yang berukuran relative besar dengan permukaan kesat kering, sisik kepala memiliki lempeng yang termodifikasi menjadi sisik dengan nama tersendiri, anggota familia Scincidae juga memiliki ekor cukup panjang bulat dan umumnya dapat melakukan autotomi, yang paling khas dari familia ini adalah bahwa familia ini memiliki area persebaran yang cukup luas dan umum ditemukan di area perumahan terutama di Indonesia. Sedangkan karakteristik spesies ini adalah leher pendek dan ekor berbentuk silindris dan padat, kepala seperti anak panah yang tumpul dengan lubang telinga besar, yang unik dari spesies ini adalah walaupun termasuk kadal skink terbesar, blutong memiliki ekstremitas yang kecil sehingga terlihat tidak proporsional dengan tubuhnya. Umumnya blutong memiliki motif banded pada tubuhnya dengan variasi warna yang sangat banyak, mulai dari coklat, hitam, kuning, krem, putih, abu-abu, dll.

Sedangkan dilihat dari anatomi, belum ada banyak penelitian yang mengemukakan anatomi spesies ini, tapi jika dilihat perbedaannya denga skink pada umumnya, blutong memiliki kebiasaan menjulurkan lidah, disini terjadi kontroversi yang mengatakan blutong memiliki organ Jacobson, jika dilihat dari perilaku menjulurkan lidah, blutong kemungkinan memang memiliki organ Jacobson, akan tetapi jika dilihat dari ukuran dan bentuk lidahnya hal tersebut perlu dibuktikan lebih lanjut dengan mencoba melakukan pembedahan pada bagian caput blutong.
Dalam dunia perdagangan spesies ini dikenal dengan banyak variasi corak dan morph akibat permainan genetis secara invitro atau perkawinan galur murni dan kawin silang, akan tetapi pada dasarnya warna asli atau wild tipe adalah coklat muda sebagai warna dasar dan coklat tua hingga hitam sebagai warna coraknya

HABITAT
Spesies ini biasanya hidup pada habitat yang cenderung hangat hingga panas dan kering atau sedikit lembab dengan kisaran suhu sekitar 30 c pada siang hari dengan basking spot bersuhu 40-50 c. sedangkan pada malam hari suhunya sekitar 25 c. Kelembaban yang dibutuhkan antara 60% sampai 70%. Biasanya spesies ini hidup di padang rumput kering dan stepa dan cenderung di daerah yang dekat dengan air dan menempati daerah semak-semak atau bebatuan yang ada. Pada siang hari biasanya basking di area terbuka atau mencari mangsa. Selain itu juga dapat dijumpai pada daerah kering yang hanya terdapat sedikit air didalamnya. Walaupun tubuhnya cenderung gemuk dan memiliki ekstremitas yang kecil, akan tetapi blutong juga pandai memanjat pohon yang jarang terdapat di habitat aslinya, namun demikian blutong mempunyai habitat terestrial sehingga jarang ditemukan pada pepohonan dengan slope yang extreme. Biasanya blutong sering bertempat tinggal di serasah, bekas pohon tumbang dan atau bangunan yang tidak terpakai di pemukiman.

PERSEBARAN
Untuk persebaranya, genus ini dapat ditemukan di daerah padang rumput basah hingga semi tandus/kering, stepa dan savannah di Australia dan Indonesia Timur dan sekitarnya dengan ketinggian relatif rendah. Untuk spesies T. gigas evanescens dapat ditemukan di

PERILAKU MAKAN
Blutong bisa dikatakan pemakan segala makanan yang dapat masuk ke mulutnya. Dietnya berkisar dari burung, serangga, ikan, mamalia kecil, buah-buahan dan terkadang sayuran. Pada ukuran bayi hingga juvenile, blutong akan cenderung memakan serangga atau hewan berukuran kecil lainnya dan belum mau memakan buah-buahan. Biasanya pada ukuran bayi hingga juvenile, blutong akan lebih cenderung menyukai makanan berbasis daging, karena pada masa pertumbuhan ini blutong akan memerlukan banyak asupan protein dan kalsium yang didapat dari mangsa hidup. Akan tetapi setelah dewasa, biasanya proporsi makanan daging akan lebih sedikit dibandingkan buah-buahan, karena pada masa ini blutong akan lebih membutuhkan serat untuk memperlancar proses pembuangan, begitu juga vitamin agar tetap menjaga kebugaran tubuh menjelang usia tua. Jika dilihat dari perbedaan habitat blutong Indonesia dan Australia dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, bias jadi akibat adanya musim dingin pada Australia mengakibatkan blutong disana pertumbuhannya tidak secepat di Indonesia, karena pada musim dingin tersebut blutong akan cenderung hibernasi di lubang-lubang di dalam tanah sehingga pertumbuhannya terhenti untuk sementara. Perbedaan tempat ini juga menjadi barier ekologi dan menghasilkan blutong yang berbeda antara Indonesia dan Australia bukan hanya ditinjau dari ukuran maksimalnya saja. Karena pada dasarnya blutong sendiri memiliki banyak jenis dan spesies, contohnya saja Tiliqua rugosa yang memiliki sisik termodifikasi kasar seperti kulti buah salak akibat habitat yang tandus.

PERILAKU REPRODUKSI
Untuk reproduksi, blutong bereproduksi secara internal dan ovovivipar. Biasanya sebelum musim kawin, individu dewasa akan mengalami proses hibernasi pada musim dingin untuk menstimulus produktivitas sperma, biasanya pada bulan November hingga februari, biasanya perkawinan terjadi setelah musim dingin/ hujan berakhir dan blutong jantan akan mulai mencari pasangannya lewat feromon betina yang siap kawin atau sekedar bertemu dengan betina dan melakukan perkawinan dengan diawali ritual yang menyerupai perkelahian. Biasanya pada individu betina yang menolak, blutong jantan akan menggigit bagian pundak betina untuk mengunci gerakan, setelah betina pasrah, maka terjadilah perkawinan. Biasanya selang 3 hingga 6 bulan kemudian betina akan melahirkan 5 hingga 15 bayi blutong yang terbungkus lapisan mucus transparan yang masih memiliki sisa “putih telur” yang selanjutnya bayi blutong akan mengeluarkan diri dari mucus tersebut dan sisa plasenta tersebut akan dimakan oleh bayi itu sendiri.

PEMANFAATAN
Dalam segi pemanfaatan, blutong biasanya banyak dimanfaatkan untuk hewan peliharaan seperti reptil pada umumnya, selain itu, penduduk lokal jarang menggubris keberadaan blutong karena hanya terlihat seperti kadal kebun biasa dengan ukuran lebih besar. Akan tetapi, seiring berkembangnya zaman, pada saat ini blutong telah banyak diperdagangkan bahkan di ekspor secara ilegal untuk dijadikan hewan peliharaan karena memiliki tempramen sangat bersahabat serta mudah dalam memeliharanya, terkadang berperilaku senang mencuri perhatian manusia menjadikan blutong sebagai reptile pilihan untuk dipelihara. Hingga saat ini blutong telah sukses dibudidayakan oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar perdagangan hewan peliharaan. Hal tersebut karena untuk membudidayakannya membutuhkan siklus per 2 tahun dan hanya menghasilkan anakan yang sedikit sehingga sedikit sekali breeder yang membudidayakannya.

KONSERVASI
Tiliqua gigas sebenarnya termasu kedalam spesies yang telah dilindungi sejak lama dimana pada saat itu masih gencar terjadi penangkapan di alam dan mengekspornya ke Negara-negara pet consumer terutama Amerika. Akan tetapi pada saat ini beternak blutong disana sudah menjadi hal yang menjanjikan karena hewan ini memang jarang ditemukan bahkan di kalangan breedernya (karena reproduksi hanya terjadi 2 tahun sekali dengan jumlah anakan yang sedikit) oleh karenanya harga jual blutong di Negara-negara maju cukup menjanjikan.

MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Pada dasarnya hampir semua jenis reptil akan menghindari predatornya terutama manusia. Termasuk juga spesies ini, ketika bertemu dengan predator (contoh manusia) akan menghindar sebagai langkah awal entah itu bersembunyi di lubang tikus, menggali di pasir ataupun serasah. Dan ketika keadaannya sudah sangat mendesak (contohnya ada dalam pegangan manusia) blutong liar akan cenderung meronta, mencakar dan mengibaskan ekornya sebagai bentuk penyerangan, dan langkah terakhir adalah dengan gigitanya. Walaupun dalam pemeliharaan blutong bisa menjadi hewan yang sangat jinak dan bersahabat, akan tetapi cukup sering blutong liar dialam melakukan perlawanan sengit ketika ditangkap dan menggigit serta mencakar ketika sudah dalam genggaman tangan. Dan walaupun demikian, umumnya butuh waktu yang tidak singkat untuk kemudian menjinakan blutong tangkapan liar.

METODE PEMELIHARAAN
Dalam pemeliharaannya dibutuhkan kandang yang lebih menitikberatkan ke panjang dan lebar dengan sedikit ketinggian dan dahan untuk memanjat karena pada dasarnya blutong bersifat terrestrial, akan tetapi masih suka memanjat terutama ketika fase bayi dan remaja. Untuk ukuran bayi hingga jouvenil, cukup dengan kandang berukuran 60x40x30. Sedangkan untuk ukuran dewasa bisa digunakan kandang berukuran 100x50x40 cm. Selain itu juga disediakan wadah berisis air untuk minum dan tempat berendam jika blutong merasa kondisi sekitar terlalu panas. Selain untuk berendam, air juga bisa sebagai penjaga kelembaban kandang. 

Untuk substrat, lebih disarankan menggunakan sebuk gergaji dan serasah-serasah buatan karena bisa menutup kotoran dan menyerap bau. Suhu dan kelembaban diusahakan sama seperti dialam dan bisa ditambahkan thermometer dan hygrometer untuk mengetahuinya, tambahkan pula dahan dan batu tempat berjemur yang diatasnya dipasangkan lampu sorot untuk basking, dalam hal ini minimal disediakan 2 jenis lampu, yaitu lampu heater sebagai sumber panas dan lampu penghasil UVB. Kandang sebaiknya transparan karena melihat lingkungan sekitar terus menerus bisa menyebabkan blutong terbiasa melihat ruang diluar kandang dan terbiasa melihat manusia dan membuatnya lebih kalem ketika dihandling, selain itu untuk blutong bayi membutuhkan tempat bersembunyi, handling sebisa mungkin dilakukan sering dan membiarkan blutong bebas berkeliaran dan tidak di handling secara paksa atau diganggu kegiatannya selama dikandang maupun di luar kandang, karena seiring bertambahnya waktu, kebiasaan kontak dengan manusia dan diperlakukan baik akan membuat blutong merasa tidak terancam lagi dengan keberadaan manusia dan terbiasa kontak dengan manusia.

Intinya, kandang yang baik adalah kandang yang dapat mencerminkan habitat aslinya ditambah lagi penanganan dan perawatan blutong secara hati-hati dan tidak terlalu memaksa kehendak sehingga blutong merasa nyaman dipegang oleh manusia.

Sakit yang biasa diderita blutong adalah MBD atau metabolic bone desease, biasanya dialami oleh blutong yang masih dalam masa pertumbuhan karena kekurangan kalsium. Gejalanya badan lemas, tidak bertenaga, jalan ngesot, tulang bengkok, pertumbuhan sangat lambat, lenjeh, dll. Lama Kelamaan bisa menyebabkan lumpuh ektremitas total. Penanganan adalah dengan mengasupkan makan berkalsium tinggi seperti ikan mas, telur rebus beserta cangkangnya, atau jangkrik dan pingkis yang ditaburi parutan kulit sotong atau obat supplement kalsium, selain itu juga agar lebih sering dijemur dibawah sinar matahari langsung (walaupun di kandang telah disediakan lampu UVB). Dan usahakan memberi makan mahluk hidup secara utuh agar asupan nutriennya seimbang. Untuk bayi tidak disarankan diberi makan buah apalagi yang mengandung fosfor tinggi seperti pisang. Tidak disarankan juga memberi makan daging mentah tanpa tulang dan atau suplemen kalsium serta telur tanpa cangkang.

Setelah berukuran dewasa, seperti reptil besar pada umumnya, respon makan yang terlalu besar akan mengakibatkan blutong merasa tidak nyaman ketika terlalu lapar dan berperilaku mengitari kandang, setelah memastikan didalam kandang tidak ada mangsa, blutong akan memaksa untuk keluar kandang dengan menggosok dan mendorong tutup kandang dengan mulut atau cakarnya sehingga dapat menyebabkan pembengkakan pada daerah labial hingga menyebabkan infeksi jika terjadi luka dan akhirnya sariawan atau mengakibatkan patahnya cakar biawak. Untuk menghindari itu, sangat perlu dibuat jadwal makan yang teratur sehingga blutong tidak mengalami over hunger. Dan sebagai antisipasinya, tidak disarankan bagian dalam kandang terbuat dari bahan yang mudah melukai kulit (contoh strimin, kayu yang belum dihaluskan, dll).

Penyakit lain yang sering timbul adalah obesitas, kaitannya dengan respon makan blutong yang sangat besar. Jika tidak diimbangi dengan basking dan handling yang cukup, bukan hal yang tidak mungkin blutong akan obesitas. Oleh karenanya disarankan kandang agar luas agar menyediakan ruang yang cukup untuk blutong agar berolah raga dan berjalan-jalan.

sumber :: www.ularkita.multiply.com, www.reptilx.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar